Yakobus 1:12-18
Di ay.12, Yakobus memakai dua istilah yang sepertinya kontradiktif : berbahagialah orang yang mengalahkan pencobaan, karena setelah dia diuji,... Apakah karena Alkitab memberitahu kita prinsip pencobaan dan ujian itu sama? Tidak! Alkitab mengajarkan pencobaan bukan ujian, ujian bukan pencobaan. Apakah karena Yakobus tidak jelas akan perbedaan itu, atau karena penerjemahannya yang kurang tepat, atau cobaan yang dia maksud bukan berasal dari setan, atau ayat ini mengandung rahasia yang perlu kita gali lebih dalam. Memang, Alkitab pernah mencatat, Tuhan mencobai Abraham untuk melihat apakah dia benar-benar taat, berjalan dalam kehendakNya, maka firmanNya: bawalah anakmu yang tunggal yang kau kasihi, yang bernama Ishak ke atas bukit, sembelihlah dan persembahkanlah padaKu. Jadi, itu adalah ujian atau cobaan? Karena Allah yang mencoba, maka cobaan kali itu bisa juga disebut ujian. Contoh kedua: Ayub. Allah mengizinkan iblis mencobai Ayub, maka cobaan kali itu sekaligus sebagai ujian yang dari Allah. Kalau begitu, bukankah berarti Allah bersekongkol dengan setan? Pendapat itu kelihatannya seperti benar, namun kita perlu mengertinya secara tuntas: Allah mempunyai rencana yang baik atas diri setiap orang yang mengasihiNya, tapi setan mempunyai rencana buruk untuk merusak rencana Allah itu, artinya sasaran keduanya sama, maka ada kalanya, ujian dan cobaan sepertinya menyatu, namun sesungguhnya Allah tidak harus memperalat setan untuk menggenapkan rencanaNya atas diri manusia, meski Dia bisa saja membiarkan setan mengacaukan segalanya, dan akhirnya tetap Dialah yang menang. Apa bedanya? Motivasi. Allah tidak pernah punya motivasi yang tidak baik atas diri setiap orang yang mengasihi Dia. Jadi, jika kita mengaitkan Allah dengan motivasi yang jahat, kita sudah masuk ke dalam jerat setan. Kalau Allah tidak bermotivasi jelek, mengapa kadang-kadang Dia membiarkan kita mengalami kesulitan besar? Manusia dicipta di dalam proses waktu, di mana hidupnya harus digarap dan dibentuk, dari original perfection: created menuju ke perfected perfection: after examination. Pada waktu Adam dicipta, dia adalah manusia yang sempurna, pada waktu Yesus lahir di dunia, Dia juga merupakan manusia yang sempurna, bedanya: Adam dicobai dan gagal - hilang kesempurnaannya, Yesus juga dicobai tapi Dia menang, lalu Dia menuju ke kesempurnaan yang lebih sempurna: sempurna yang telah diproses - tujuan terakhir. Itu sebabnya, Yesus, Anak Allah pun tidak diberi hak istimewa, Dia harus diuji, dicobai, baik oleh Allah maupun oleh setan. Keturunan orang kaya gagal karena orang tuanya memandang anaknya lebih dari anak orang, boleh mendapat pengecualian, tak perlu melewati kesusahan, akhirnya malah merusak mereka. Jadi, jangan mencintai anakmu lebih dari semestinya, jangan merebut hak juangnya, jangan membuat dia menjadi setangkai bunga yang dipotong dari akarnya, diletakkan di dalam vas, diberi air yang cukup, tapi selain untuk dipajang dan difoto, tak ada guna lainnya. Setelah layu, dia akan dibuang. Jadikanlah anak-anakmu bibit yang harus ditanam, diinjak, berjuang, menumbuhkan akar, bertunas.... dia harus berjuang, berani menangkis terpaan angin topan.
Jika kau punya kesempatan dicobai, bersandarlah padaNya, peganglah prinsip firmanNya. Ini adalah mutlak: tak seorangpun sanggup mengalahkan pencobaan dengan mengandalkan kepandaian otaknya yang dicipta, karena we are created, we have been poluted and we by nature are limited. Mengapa waktu kita dicobai harus bersyukur pada Tuhan? karena fakta kita dicobai menandakan kita sudah cukup siap. Tuhan mengizinkan setan mencobai Ayub, karena Dia tahu, Ayub sudah siap menerimanya. Maka saat iblis membuat kesepuluh orang anaknya mati pada hari yang sama, guna menggoncang imannya kepada Tuhan, Ayub bisa berkata, Tuhan yang memberi, Tuhan juga yang mengambil kembali. Terpujilah namaNya yang memang patut dipuji. Tapi nyonya Ayub, langsung mencela: buat apa kau cinta Tuhan, melayani Dia, lihat, apa yang kau terima dariNya? Jadi, meski mereka menghadapi cobaan yang sama, reaksi nyonya Ayub berbeda. Itu sebabnya pengalaman yang sama bisa membuat seorang ateis, bisa membuat orang percaya memuji Tuhan. Ayub berkata pada isterinya: jangan menjadi orang bodoh! Apakah isterinya mau taat? Tidak. Karena saat seorang sudah menetapkan satu pendirian dengan alasan yang diakira cukup, dia tidak akan mau mendengar nasihat orang lagi.
Ayub dan isteri berselisih pendapat, isterinya malah memakai mulut Ayub yang berbau busuk sebagai alasan untuk meninggalkan Ayub. Jadi, ada orang berhasil mengalahkan pencobaan, ada juga yang dikalahkan oleh pencobaan. Maka kata Yakobus, berbahagialah mereka yang mengalahkan pencobaan. Masalahnya: mana mungkin kita mengalahkan setan? Tidak ada cara lain, kecuali kita berada di pihak Allah. Th. 1812-1814, perang saudara pertama disebabkan oleh pendapat yang berbeda: orang di bagian Selatan menyetujui sistem perbudakan, tapi yang di bagian Utara menentang sistem perbudakan. Salah seorang Jendral berkata kepada Presiden Abraham Lincoln " puji Tuhan, kali ini kita menang. Karena Tuhan berada di pihak kita" Lincoln langsung menepuk-nepuk bahunya sambil berkata "that is wrong. Kita menang, bukan karena Tuhan berada di pihak kita, melainkan kita berada di pihak Tuhan". Jadi mulai hari ini, ubahlah skap doamu, jangan minta Tuhan berada di pihakmu, menolongmu, mintalah Tuhan memberimu kekuatan untuk taat padaNya, berada di pihakNya, berjalan sesuai kehendakNya, berjalan di belakangNya bukan mendahuluiNya.
Saat kau dicobai, baik yang ada di balik pencobaan itu adalah maksud Tuhan untuk mengujimu, atau siasat busuk setan untuk menjatuhkanmu, kau harus tetap menang. Karena mungkin situasinya memang seperti itu: Tuhan ingin menjadikanmu sempurna, setan juga ingin memakai kesempatan itu untuk membuatmu gagal. Saat dicipta, kita neutral in position: dicipta ditengah-tengah hidup dan mati, kekal dan sementara, Allah dan setan, baik dan jahat. Pemahaman ini penting sekali, karena pemahaman ini akan menghantar kita melalui hidup yang sesuai dengan kehendakNya, sanggup melihat segalanya dari posisi yang lebih superior. Setiap kali kita terjebak di tengah kemacetan, kita merasa jengkel sekali, bukan? Karena kita tidak tahu apa yang terjadi di depan sana: ada kecelakaan atau lampu jalannya tidak berfungsi. Saya ingin sekali menemukan sejenis lensa, yang diletakkan di bagian atas mobil, ketika dibutuhkan, kita cukup menekan tombol, maka lensa itu akan naik setinggi lima meter, menolong kita memantau keadaan di depan sana, dengan begitu , kita bisa menentukan apa yang harus kita lakukan. Mengapa anak kecil yang diajak pergi sering merengek minta pulang? Karena dia tidak tahu mau diajak kemana, dan tidak tahu kapan pulang: dia mengalami problem ruang dan waktu. Begitu juga hidup kita: waktu kita diuji, dicobai, kita tidak tahu ujian; pencobaan itu akan berlangsung sampai kapan, tak tahu mau dibawa ke mana, maka kita susah luar biasa. Jadi, apa yang kita perlukan? lensa yang bisa membantu memantau keadaan di depan. Apakah lensa itu? Iman yang mampu memandang ke tempat jauh. Seorang mengomel di lembah bayang-bayang maut, karena dia tak mempunyai lensa tinggi, imannya tak mampu memandang ke tempat jauh, hanya mampu melihat tempat yang dekat. Apa bedanya lembah dan di puncak? Waktu seorang berada di puncak, dia bisa melihat keadaan sekitar dengan jelas. Tapi kalau dia di lembah, dia hanya memandang gunung-gunung yang menjulang tinggi yang mengelilinginya.
Jika kau sanggup mengalahkan pencobaan, kau akan memperoleh mahkota hidup; the crown of life, that makes your life get the utmost valuable situation. Itulah yang disebut menggali potensi guna mencapai posibilitas yang tertinggi. Norman Vincent Peale mengemukakan positive thinking, muridnya - Robert Schuller mengembangkannya menjadi posibility thinking, tapi sejak kecil, saya tidak menganggap kedua pemikiran itu cukup penting. Karena positive thinking hanya merupakan arah, posibility thinking hanyalah satu tebakan, saya lebih menyukai potencial thinking; seorang harus menggali potensinya semaksimal mungkin. Itulah tuntutan saya terhadap diri sendiri: apa yang ada di dalam diriku, apa yang masih mungkin kulakukan? itu sebabnya saya menggali potensi yang ada. Bagi saya, yang dimaksud setia pada Tuhan adalah: menggali potensi diri semaksimal mungkin, hingga bakat yang Tuhan karuniakan saat mencipta dirimu, kesempatan yang Tuhan berikan padamu tidak mubazir. Untuk itu, kita perlu mengikuti prinsip Reformed: melakukan segalanya hanya untuk Tuhan, tak peduli orang menghargai atau tidak, mengerti atau tidak , memberi kita imbalan yang sepadan atau tidak. Menuruth psikologi, manusia, termasuk orang-orang hebat seperti Einstein misalnya, selama hidupnya, potensi yang dia pakai tidak sampai lima persen, artinya: mmanusia terlalu banyak memendam anugerah Tuhan. I am not willing to live like that, karena saat kita berjumpa Tuhan nanti, Dia adan tanya, mengapa kau mengubur karunia yang Ku berikan padamu? Kita dihukum. Berbahagialah orang yang sudah menggunakan dan mengembangkan potensinya dengan baik, sesuai dengan rencanaNya, karena dia terhitung sebagai orang yang setia. Karena " setia" tidak bisa dimengerti dengan setiap pagi masuk kantor jam 9, pulang jam 17.00, melainkan harus ditinjau dari apa yang kau kerjakan, bagaimana hasilnya, berapa banyak potensi yang sudah kau gali? Setiap anak punya banyak potensi, sayang sering sekali potensi mereka dipendam oleh ibu bapa yang membiarkan dia hidup terlalu nyaman. Mari kita kembali kepada Tuhan, melipatgandakan apa yang Tuhan berikan pada kita, mencapai kesempurnaan yang Tuhan inginkan. Kalau kau sudah berhasil melewati ujian yang Tuhan izinkan, kau akan diberi mahkota hidup; the crown of life, bukan terbuat dari emas, berlian, melainkan menang atas pencobaan. Di London Tower atau meseum-museum besar, kita bisa menyaksikan mahkota yang pernah dikenakan raja, yang dihiasi batu-batuan besar yang berkilauan. Itu hanyalah kemuliaan materi. Permisi tanya, mana yang lebih kau hormati Queen Victoria atau Abraham Lincoln? Pasti Abraham Lincoln, memang dia tidak pernah mengenakan mahkota, tapi dia memiliki mahkota hidup, karena dia menghargai martabat manusia, maka selama bumi masih berputar, dia diakui sebagai salah seorang yang paling agung. Karena dia pernah miskin, susah, maka dia sanggup membagi-bagikan kasihnya, mempunyai cita-cita yang besar untuk seluruh umat manusia. Mengapa ada banyak anak Pendeta kalah baik dari anak kaum awam, mengapa orang yang sudah banyak mendengar khotbah, wataknya kalah dengan mereka yang tidak pernah mendengar khotbah? karena mereka tidak menemukan prinsip Alkitab. Itu sebabnya, kita perlu return to the Bible, back to the word of God. Ayat ini pendek tapi maknanya jauh lebih tinggi dari ajaran siapapun. Perhatikan, ajaran Mensius: tian jiang da ren yu shi ren ye, bi xian lao qi jing gui, ku qi xin zhi; kalau sorga memberi mandat besar pada seseorang, pasti terlebih dahulu memberinya kesulitan-kesulitan termasuk tidak punya pakaian, makanan; miskin luar biasa. Ajaran Socrates, unexamined life is not worth living. Ajaran Alkitab, orang yang mengalahkan cobaan;ujian, dia akan memperoleh mahkota hidup. Jadi, orang yang menghina Alkitab adalah orang bodoh, karena Alkitab memberikan ajaran yang tertinggi, paling berharga, tidak ada saying from the sinners can be compared with the saying from God, the holy One.
Barangsiapa mengalahkan ujian, Tuhan sendiri akan mengenakan the crown of life padanya. Apakah kau sedang dicobai, atau sedang akan dicobai, atau masih akan tapi belum dicobai, saya tidak tahu. Tapi waktu kau mengalami kesulitan, penderitaan, jangan lupa firman Tuhan: everything done by You, God is good Everything happened in my life is not just happened, but it is already planned by You, God, maka Tuhan, aku bersyukur kepadaMu, karena aku memiliki lensa tinggi, mampu melihat segalanya dari tahtaMu, maka aku tahan menghadapi semua itu. Perbedaan antara orang yang bisa tahan uji dan tidak bisa tahan uji adalah: tahu akan hasilnya atau tidak. Kalau kau diuji tapi kau tahu hasilnya: akan memperoleh mahkota hidup, tentu kau bisa menerima dengan jiwa yang stabil. Tetapi kalau kau tidak tahu, tentu kau akan terus bersungut-sungut, tidak puas pada Tuhan. Mengapa kau merasa tidak puas akan hidupmu? Karena ambisimu liar, tuntutanmu terhadap kewajibanmu dan imbalannya tidak seimbang. Mari kita membalikkannya: if you are not satisfied with your present, you should remember, you did nothing before. If you want to have better tomorrow, you should work hard now. Jangan salahkan orang lain, salahkanlah dirimu sendiri. Kalau bertemu kesulitan, pikirlah: banyak orang pernah mengalaminya, sekarang ini giliranku. Bandingkan ay. 12-13 dengan Rm.8:26. Mahkota hidup: the crown of life not the crown of living. Mahkota hidup diberikan kepada siapa? Orang yang mengasihi Dia. Kalau kau menggendong anakmu yang sakit ke rumah sakit, kau tidak merasa berat. Tapi kalau kau menggendong anak musuhmu, ketika melewati sungai, kau ingin sekali melemparnya ke sungai. Karena kau merasa anak itu berat sekali. Jadi, emosi subyektifmu bisa mengubah perasaanmu. Maka, sama-sama melakukan satu pekerjaan, hasilnya bisa berbeda sekali, melayani Tuhan karena mengasihi Dia tentu berbeda dengan melayani Tuhan tanpa mengasihi Dia. Orang yang mencintai Tuhan, pelayanan yang berat akan terasa ringan, meski harus meneteskan banyak air mata, dia memandangnya sebagai sarana untuk melatih dirinya menjadi lebih sempurna bagi Tuhan. Perhatikan: Yesus datang dari sorga demi mati bagi manusia yang berdosa, Dia malah disalib, bahkan masih dicaci maki, tapi Dia tidak membalas. Kita tidak habis mengerti, mengapa Dia berbuat seperti itu? Because if He is not God, it is imposible. He is God became man, suffer so deep, so terrible because of you. Cinta kasih membuat dia sanggup menahan segala penderitaan dengan perasaan ringan. Kasih kita pada Tuhan akan memampukan kita menghina penghinaan orang, mengejek ejekan orang. Karena hubungan kita dengan Tuhan tak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Mahkota hidup hanya diberikan kepada orang yang mengasihi Dia. Kalau kau melayani, lakukanlah demi mengasihi Tuhanmu. Kalau kau menghadapi ujian, bertahanlah demi kasihmu padaNya. Kalau kau menjadi berkat bagi orang hanyalah satu sebab: mengasihi Dia: tak ada motivasi lain. Dengan begitu, Tuhan tidak akan meninggalkanmu, Dia akan selalu memberkatimu.
(ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah--EL)
Di ay.12, Yakobus memakai dua istilah yang sepertinya kontradiktif : berbahagialah orang yang mengalahkan pencobaan, karena setelah dia diuji,... Apakah karena Alkitab memberitahu kita prinsip pencobaan dan ujian itu sama? Tidak! Alkitab mengajarkan pencobaan bukan ujian, ujian bukan pencobaan. Apakah karena Yakobus tidak jelas akan perbedaan itu, atau karena penerjemahannya yang kurang tepat, atau cobaan yang dia maksud bukan berasal dari setan, atau ayat ini mengandung rahasia yang perlu kita gali lebih dalam. Memang, Alkitab pernah mencatat, Tuhan mencobai Abraham untuk melihat apakah dia benar-benar taat, berjalan dalam kehendakNya, maka firmanNya: bawalah anakmu yang tunggal yang kau kasihi, yang bernama Ishak ke atas bukit, sembelihlah dan persembahkanlah padaKu. Jadi, itu adalah ujian atau cobaan? Karena Allah yang mencoba, maka cobaan kali itu bisa juga disebut ujian. Contoh kedua: Ayub. Allah mengizinkan iblis mencobai Ayub, maka cobaan kali itu sekaligus sebagai ujian yang dari Allah. Kalau begitu, bukankah berarti Allah bersekongkol dengan setan? Pendapat itu kelihatannya seperti benar, namun kita perlu mengertinya secara tuntas: Allah mempunyai rencana yang baik atas diri setiap orang yang mengasihiNya, tapi setan mempunyai rencana buruk untuk merusak rencana Allah itu, artinya sasaran keduanya sama, maka ada kalanya, ujian dan cobaan sepertinya menyatu, namun sesungguhnya Allah tidak harus memperalat setan untuk menggenapkan rencanaNya atas diri manusia, meski Dia bisa saja membiarkan setan mengacaukan segalanya, dan akhirnya tetap Dialah yang menang. Apa bedanya? Motivasi. Allah tidak pernah punya motivasi yang tidak baik atas diri setiap orang yang mengasihi Dia. Jadi, jika kita mengaitkan Allah dengan motivasi yang jahat, kita sudah masuk ke dalam jerat setan. Kalau Allah tidak bermotivasi jelek, mengapa kadang-kadang Dia membiarkan kita mengalami kesulitan besar? Manusia dicipta di dalam proses waktu, di mana hidupnya harus digarap dan dibentuk, dari original perfection: created menuju ke perfected perfection: after examination. Pada waktu Adam dicipta, dia adalah manusia yang sempurna, pada waktu Yesus lahir di dunia, Dia juga merupakan manusia yang sempurna, bedanya: Adam dicobai dan gagal - hilang kesempurnaannya, Yesus juga dicobai tapi Dia menang, lalu Dia menuju ke kesempurnaan yang lebih sempurna: sempurna yang telah diproses - tujuan terakhir. Itu sebabnya, Yesus, Anak Allah pun tidak diberi hak istimewa, Dia harus diuji, dicobai, baik oleh Allah maupun oleh setan. Keturunan orang kaya gagal karena orang tuanya memandang anaknya lebih dari anak orang, boleh mendapat pengecualian, tak perlu melewati kesusahan, akhirnya malah merusak mereka. Jadi, jangan mencintai anakmu lebih dari semestinya, jangan merebut hak juangnya, jangan membuat dia menjadi setangkai bunga yang dipotong dari akarnya, diletakkan di dalam vas, diberi air yang cukup, tapi selain untuk dipajang dan difoto, tak ada guna lainnya. Setelah layu, dia akan dibuang. Jadikanlah anak-anakmu bibit yang harus ditanam, diinjak, berjuang, menumbuhkan akar, bertunas.... dia harus berjuang, berani menangkis terpaan angin topan.
Jika kau punya kesempatan dicobai, bersandarlah padaNya, peganglah prinsip firmanNya. Ini adalah mutlak: tak seorangpun sanggup mengalahkan pencobaan dengan mengandalkan kepandaian otaknya yang dicipta, karena we are created, we have been poluted and we by nature are limited. Mengapa waktu kita dicobai harus bersyukur pada Tuhan? karena fakta kita dicobai menandakan kita sudah cukup siap. Tuhan mengizinkan setan mencobai Ayub, karena Dia tahu, Ayub sudah siap menerimanya. Maka saat iblis membuat kesepuluh orang anaknya mati pada hari yang sama, guna menggoncang imannya kepada Tuhan, Ayub bisa berkata, Tuhan yang memberi, Tuhan juga yang mengambil kembali. Terpujilah namaNya yang memang patut dipuji. Tapi nyonya Ayub, langsung mencela: buat apa kau cinta Tuhan, melayani Dia, lihat, apa yang kau terima dariNya? Jadi, meski mereka menghadapi cobaan yang sama, reaksi nyonya Ayub berbeda. Itu sebabnya pengalaman yang sama bisa membuat seorang ateis, bisa membuat orang percaya memuji Tuhan. Ayub berkata pada isterinya: jangan menjadi orang bodoh! Apakah isterinya mau taat? Tidak. Karena saat seorang sudah menetapkan satu pendirian dengan alasan yang diakira cukup, dia tidak akan mau mendengar nasihat orang lagi.
Ayub dan isteri berselisih pendapat, isterinya malah memakai mulut Ayub yang berbau busuk sebagai alasan untuk meninggalkan Ayub. Jadi, ada orang berhasil mengalahkan pencobaan, ada juga yang dikalahkan oleh pencobaan. Maka kata Yakobus, berbahagialah mereka yang mengalahkan pencobaan. Masalahnya: mana mungkin kita mengalahkan setan? Tidak ada cara lain, kecuali kita berada di pihak Allah. Th. 1812-1814, perang saudara pertama disebabkan oleh pendapat yang berbeda: orang di bagian Selatan menyetujui sistem perbudakan, tapi yang di bagian Utara menentang sistem perbudakan. Salah seorang Jendral berkata kepada Presiden Abraham Lincoln " puji Tuhan, kali ini kita menang. Karena Tuhan berada di pihak kita" Lincoln langsung menepuk-nepuk bahunya sambil berkata "that is wrong. Kita menang, bukan karena Tuhan berada di pihak kita, melainkan kita berada di pihak Tuhan". Jadi mulai hari ini, ubahlah skap doamu, jangan minta Tuhan berada di pihakmu, menolongmu, mintalah Tuhan memberimu kekuatan untuk taat padaNya, berada di pihakNya, berjalan sesuai kehendakNya, berjalan di belakangNya bukan mendahuluiNya.
Saat kau dicobai, baik yang ada di balik pencobaan itu adalah maksud Tuhan untuk mengujimu, atau siasat busuk setan untuk menjatuhkanmu, kau harus tetap menang. Karena mungkin situasinya memang seperti itu: Tuhan ingin menjadikanmu sempurna, setan juga ingin memakai kesempatan itu untuk membuatmu gagal. Saat dicipta, kita neutral in position: dicipta ditengah-tengah hidup dan mati, kekal dan sementara, Allah dan setan, baik dan jahat. Pemahaman ini penting sekali, karena pemahaman ini akan menghantar kita melalui hidup yang sesuai dengan kehendakNya, sanggup melihat segalanya dari posisi yang lebih superior. Setiap kali kita terjebak di tengah kemacetan, kita merasa jengkel sekali, bukan? Karena kita tidak tahu apa yang terjadi di depan sana: ada kecelakaan atau lampu jalannya tidak berfungsi. Saya ingin sekali menemukan sejenis lensa, yang diletakkan di bagian atas mobil, ketika dibutuhkan, kita cukup menekan tombol, maka lensa itu akan naik setinggi lima meter, menolong kita memantau keadaan di depan sana, dengan begitu , kita bisa menentukan apa yang harus kita lakukan. Mengapa anak kecil yang diajak pergi sering merengek minta pulang? Karena dia tidak tahu mau diajak kemana, dan tidak tahu kapan pulang: dia mengalami problem ruang dan waktu. Begitu juga hidup kita: waktu kita diuji, dicobai, kita tidak tahu ujian; pencobaan itu akan berlangsung sampai kapan, tak tahu mau dibawa ke mana, maka kita susah luar biasa. Jadi, apa yang kita perlukan? lensa yang bisa membantu memantau keadaan di depan. Apakah lensa itu? Iman yang mampu memandang ke tempat jauh. Seorang mengomel di lembah bayang-bayang maut, karena dia tak mempunyai lensa tinggi, imannya tak mampu memandang ke tempat jauh, hanya mampu melihat tempat yang dekat. Apa bedanya lembah dan di puncak? Waktu seorang berada di puncak, dia bisa melihat keadaan sekitar dengan jelas. Tapi kalau dia di lembah, dia hanya memandang gunung-gunung yang menjulang tinggi yang mengelilinginya.
Jika kau sanggup mengalahkan pencobaan, kau akan memperoleh mahkota hidup; the crown of life, that makes your life get the utmost valuable situation. Itulah yang disebut menggali potensi guna mencapai posibilitas yang tertinggi. Norman Vincent Peale mengemukakan positive thinking, muridnya - Robert Schuller mengembangkannya menjadi posibility thinking, tapi sejak kecil, saya tidak menganggap kedua pemikiran itu cukup penting. Karena positive thinking hanya merupakan arah, posibility thinking hanyalah satu tebakan, saya lebih menyukai potencial thinking; seorang harus menggali potensinya semaksimal mungkin. Itulah tuntutan saya terhadap diri sendiri: apa yang ada di dalam diriku, apa yang masih mungkin kulakukan? itu sebabnya saya menggali potensi yang ada. Bagi saya, yang dimaksud setia pada Tuhan adalah: menggali potensi diri semaksimal mungkin, hingga bakat yang Tuhan karuniakan saat mencipta dirimu, kesempatan yang Tuhan berikan padamu tidak mubazir. Untuk itu, kita perlu mengikuti prinsip Reformed: melakukan segalanya hanya untuk Tuhan, tak peduli orang menghargai atau tidak, mengerti atau tidak , memberi kita imbalan yang sepadan atau tidak. Menuruth psikologi, manusia, termasuk orang-orang hebat seperti Einstein misalnya, selama hidupnya, potensi yang dia pakai tidak sampai lima persen, artinya: mmanusia terlalu banyak memendam anugerah Tuhan. I am not willing to live like that, karena saat kita berjumpa Tuhan nanti, Dia adan tanya, mengapa kau mengubur karunia yang Ku berikan padamu? Kita dihukum. Berbahagialah orang yang sudah menggunakan dan mengembangkan potensinya dengan baik, sesuai dengan rencanaNya, karena dia terhitung sebagai orang yang setia. Karena " setia" tidak bisa dimengerti dengan setiap pagi masuk kantor jam 9, pulang jam 17.00, melainkan harus ditinjau dari apa yang kau kerjakan, bagaimana hasilnya, berapa banyak potensi yang sudah kau gali? Setiap anak punya banyak potensi, sayang sering sekali potensi mereka dipendam oleh ibu bapa yang membiarkan dia hidup terlalu nyaman. Mari kita kembali kepada Tuhan, melipatgandakan apa yang Tuhan berikan pada kita, mencapai kesempurnaan yang Tuhan inginkan. Kalau kau sudah berhasil melewati ujian yang Tuhan izinkan, kau akan diberi mahkota hidup; the crown of life, bukan terbuat dari emas, berlian, melainkan menang atas pencobaan. Di London Tower atau meseum-museum besar, kita bisa menyaksikan mahkota yang pernah dikenakan raja, yang dihiasi batu-batuan besar yang berkilauan. Itu hanyalah kemuliaan materi. Permisi tanya, mana yang lebih kau hormati Queen Victoria atau Abraham Lincoln? Pasti Abraham Lincoln, memang dia tidak pernah mengenakan mahkota, tapi dia memiliki mahkota hidup, karena dia menghargai martabat manusia, maka selama bumi masih berputar, dia diakui sebagai salah seorang yang paling agung. Karena dia pernah miskin, susah, maka dia sanggup membagi-bagikan kasihnya, mempunyai cita-cita yang besar untuk seluruh umat manusia. Mengapa ada banyak anak Pendeta kalah baik dari anak kaum awam, mengapa orang yang sudah banyak mendengar khotbah, wataknya kalah dengan mereka yang tidak pernah mendengar khotbah? karena mereka tidak menemukan prinsip Alkitab. Itu sebabnya, kita perlu return to the Bible, back to the word of God. Ayat ini pendek tapi maknanya jauh lebih tinggi dari ajaran siapapun. Perhatikan, ajaran Mensius: tian jiang da ren yu shi ren ye, bi xian lao qi jing gui, ku qi xin zhi; kalau sorga memberi mandat besar pada seseorang, pasti terlebih dahulu memberinya kesulitan-kesulitan termasuk tidak punya pakaian, makanan; miskin luar biasa. Ajaran Socrates, unexamined life is not worth living. Ajaran Alkitab, orang yang mengalahkan cobaan;ujian, dia akan memperoleh mahkota hidup. Jadi, orang yang menghina Alkitab adalah orang bodoh, karena Alkitab memberikan ajaran yang tertinggi, paling berharga, tidak ada saying from the sinners can be compared with the saying from God, the holy One.
Barangsiapa mengalahkan ujian, Tuhan sendiri akan mengenakan the crown of life padanya. Apakah kau sedang dicobai, atau sedang akan dicobai, atau masih akan tapi belum dicobai, saya tidak tahu. Tapi waktu kau mengalami kesulitan, penderitaan, jangan lupa firman Tuhan: everything done by You, God is good Everything happened in my life is not just happened, but it is already planned by You, God, maka Tuhan, aku bersyukur kepadaMu, karena aku memiliki lensa tinggi, mampu melihat segalanya dari tahtaMu, maka aku tahan menghadapi semua itu. Perbedaan antara orang yang bisa tahan uji dan tidak bisa tahan uji adalah: tahu akan hasilnya atau tidak. Kalau kau diuji tapi kau tahu hasilnya: akan memperoleh mahkota hidup, tentu kau bisa menerima dengan jiwa yang stabil. Tetapi kalau kau tidak tahu, tentu kau akan terus bersungut-sungut, tidak puas pada Tuhan. Mengapa kau merasa tidak puas akan hidupmu? Karena ambisimu liar, tuntutanmu terhadap kewajibanmu dan imbalannya tidak seimbang. Mari kita membalikkannya: if you are not satisfied with your present, you should remember, you did nothing before. If you want to have better tomorrow, you should work hard now. Jangan salahkan orang lain, salahkanlah dirimu sendiri. Kalau bertemu kesulitan, pikirlah: banyak orang pernah mengalaminya, sekarang ini giliranku. Bandingkan ay. 12-13 dengan Rm.8:26. Mahkota hidup: the crown of life not the crown of living. Mahkota hidup diberikan kepada siapa? Orang yang mengasihi Dia. Kalau kau menggendong anakmu yang sakit ke rumah sakit, kau tidak merasa berat. Tapi kalau kau menggendong anak musuhmu, ketika melewati sungai, kau ingin sekali melemparnya ke sungai. Karena kau merasa anak itu berat sekali. Jadi, emosi subyektifmu bisa mengubah perasaanmu. Maka, sama-sama melakukan satu pekerjaan, hasilnya bisa berbeda sekali, melayani Tuhan karena mengasihi Dia tentu berbeda dengan melayani Tuhan tanpa mengasihi Dia. Orang yang mencintai Tuhan, pelayanan yang berat akan terasa ringan, meski harus meneteskan banyak air mata, dia memandangnya sebagai sarana untuk melatih dirinya menjadi lebih sempurna bagi Tuhan. Perhatikan: Yesus datang dari sorga demi mati bagi manusia yang berdosa, Dia malah disalib, bahkan masih dicaci maki, tapi Dia tidak membalas. Kita tidak habis mengerti, mengapa Dia berbuat seperti itu? Because if He is not God, it is imposible. He is God became man, suffer so deep, so terrible because of you. Cinta kasih membuat dia sanggup menahan segala penderitaan dengan perasaan ringan. Kasih kita pada Tuhan akan memampukan kita menghina penghinaan orang, mengejek ejekan orang. Karena hubungan kita dengan Tuhan tak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Mahkota hidup hanya diberikan kepada orang yang mengasihi Dia. Kalau kau melayani, lakukanlah demi mengasihi Tuhanmu. Kalau kau menghadapi ujian, bertahanlah demi kasihmu padaNya. Kalau kau menjadi berkat bagi orang hanyalah satu sebab: mengasihi Dia: tak ada motivasi lain. Dengan begitu, Tuhan tidak akan meninggalkanmu, Dia akan selalu memberkatimu.
(ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah--EL)